
Debaran jantungku masih terasa kencang, aku mulai berkeringat dingin. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? kemudian tiba-tiba dia membuyarkan lamunanku, "Re...!" sapanya. "Eh..., iya...", jawabku gugup. "Disuruh kembali kebarisan tuh..!" jawabnya lagi. "Owh, iya", jawabku. Kemudian kami pun kembali ke barisan kami semula.
Acara Masa Orentasi berjalan seperti MOS pada umumnya, tidak ada yang begitu spesial, karena yang ku pikir saat ini adalah seseorang yang kemarin begitu menghantui tidur malamku. Aku masih tak begitu mengerti akan keadaan ini. Semuanya membuatku bingung, buatku bimbang. Tapi..., sudahlah, aku tak perlu memikirkannya lagi, nggak jelas dan nggak penting. Lebih baik aku menikmati MOS ini, karena masa-masa seperti ini takkan terulang lagi.
Berbagai macam jenis acara telah aku lalui, dari pembukaan Masa Orentasi yang membosankan, acara touring keliling sekolah yang menjenuhkan, parodi keterampilan yang GJ ( nggak jelas ), pidato-pidato yang bagai siraman ceramah, makan siang yang nggak mengenakkan, adegan akting dari panitia yang memarahi anak yang kebetulan sedang berulang tahun yang nggak spesial itu, serta acara pengumpulan tanda tangan. Benar-benar acara yang melelahkan dan menguras tenaga.
Tetapi, ada suatu acara yang begitu mengena di pikiranku, hingga aku terus merenunginya. Acara tersebut ialah acara pengumpulan tanda tangan, kegiatan yang dilakukan yaitu : mendata nama, alamat, tempat tanggal lahir, nomor telepon, dan tentu saja tanda tangan si peserta. Nah, di sini yang membuatku resah, ketika semua daftar nama anggotaku sudah terpenuhi, hanya tinggal seorang saja, yakni ttd dari Yuda. Dengan segera aku bergegas ingin menyelesaikan tugas ini secepatnya. Aku mulai beranjak dari tempat dudukku, tetpi niat itu aku urungkan karena ternyata dia telah ada di depanku. Dia berdiri di samping mejaku sambil membawa kertas dan sebuah pena. Dia tetap terdiam dengan tatapan yang meragukan, sebenarnya apa yang ingin dia lakukan. Hmmm.......
"Ada apa?" tanyaku dengan nada setengah ketus, karena aku sudah benar-benar lelah. "Aar.. Ehm...", jawabnya sambil terbata-bata. "Maw minta tanda tangan ?" tanyaku memotong perkataanya. "Eh... iya", jawabnya. "Mana kertasnya ?" aku pun langsung mengambil kertasnya dan mengisi data-data yang dibutuhkan dan terakhir aku bubuhi tanda tanganku. "Ini, udah..." kataku sambil mengembalikan kertasnya. "Aku juga dunk !" kataku sambil memberikan kertasku. Dia langsung melakukan hal yang sama seperti yang telah aku lakukan tadi. "Oh, iya... makasih", katanya sambil meninggalkan tempat itu. "Makasih juga", balasku.
"Rere, kamu kenapa? kok kelihatannya sebal gitu sama tu anak..??" kata teman sebelahku. "Heh... masak?" tanyaku berusaha meyakinkan. "Iya, kamu lho tadi ketus banget gitu bicaranya," jawabnya menjelaskan. "Owh, mungkin aku sedang kecapean", jawabku berusaha membela diri. "Owh.. gitu", balasnya.
Hm.. Benar-benar hari yang melelahkan. Sebentar, hm... apa benar apa yang ku lakukan tadi demikian. Persis seperti apa yang diberitahukan temanku tadi. Tampaknya aku mulai menyadari kekeliruanku, owh.. tidak. Apa yang harus ku lakukan nanti jika bertemu lagi dengannya? Aku telah berbuat hal yang tidak menyenangkan kepadanya.
Sudahlah, itu sudah berlalu. Masa MOS telah usai, kini hari berikut akan berubah. Besok adalah hari pertamaku masuk SMA, aku sudah tak lagi SMP. Tetapi sebelumnya, aku harus tahu dulu besok masuk kelas mana. Iya, karena setelah MOS berakhir. Semua siswa-siswi baru kembali berkumpul di gedung serba guna untuk menunggu namanya dipanggil menuju ke kelasnya masing-masing sesuai pilihan dari siapalah yang milih ini, mungkin guru-gurunya berdasarkan apa, aku juga tidak tahu.
Detik demi detik, menit demi menit, aku menunggu namaku dipanggil. "Aku sekelas sama siapa ya?" bisikku lirih. Hal ini juga yang selalu aku khawatirkan tiap mendatangi dan memasuki area baru. Nantinya, aku akan bertemu siapa? Apakah aku akan punya teman? Bagaimana sikap mereka? Apa aku bisa beradaptasi? Hm... Semua pertanyaan itu terus berputar dalam pikiran. Dag... Dig... Dug... Debaran jantung pun ikut berpacu menunggu namaku dipanggil. Tapi sepertinya bukan hanya aku saja yang merasakan demikian, semunya pasti juga merasakan hal yang sama denganku, sudah sangat terlihat jelas di raut muka mereka.
Sudah lima belas menit berlalu, tetapi namaku belum dipanggil juga, hm.. tapi sudah ada referensi, karena selama lima menit itu aku telah mendengar nama-nama teman lain yang masuk dalam kelas X 1, X 2 dan X 3. Di dalamnya tercantum pula beberapa nama temanku semasa SMP. Walau begitu, aku masih berpikir dan berharap kalau aku sekelas dengan Yuda. Uwhhh... kenapa aku mengharapkan demikian.....? Aku sendiri masih meragukan jawabanku. Semua pemikiranku ini, membawaku ke mimpi-mimpi sebelumnya. Mimpi yang tak jelas maknanya. Kalaupun mimpi itu benar suatu pertanda, maka jadikan kami sekelas Ya Allah..... amin..... hehehe permintaan apaan nie....
Menunggu... Menunggu... Dan masih tetap menunggu. Kini pemanggilan nama siswa-siswi keloter selanjutnya. Mereka yang dipanggil akan masuk ke kelas X 4. Duh.... Apa aku akan menjadi kelompok kelas ini? Apa doaku tadi bisa mempertemukan aku dengan Yuda di kelas ini? Apa benar mimpi itu suatu pertanda?
..................
Bersambung.......
tunggu cerita selanjutnya yuaw.....
..................