Kamis, 17 November 2011

Persepsi VS Prasangka

Di dalam kehidupan bersosialisasi di dalam mayarakat, suatu inividu maupun kelompok tak pernah terlepas dari persepsi dan prasangka. Semuanya tampak jelas terlihat, baik itu di dalam kegiatan formal maupun informal. Lalu bagaimana kita sebagai makhluk sosial menyikapinya kedua poin tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat? Apakah kecenderungan suatu individu terhadap persepsi dan prasangka berdampak negative di lingkungan? Sebelum membahas lebih lanjut mengenai persepsi dan prasangka, terlebih dahulu dijelaskan bahwa definisi persepsi itu sendiri merupakan suatu proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungannya atau dengan kata lain merupakan pandangan yang dilakukan seseorang terhadap suatu hal yang telah diterima berdasarkan alat indranya. Proses terbentuknya persepsi pada seseorang dapat dimulai dari diterimanya rangsangan baik rangsangan visual, audio, olfatorik, dan rangsang-rangsang yang lain. Rangsang itu kemudian ditanangkap oleh alat indra untuk kemudian dibentuk menjadi sebuah persepsi mengenai apa yang ditangkap oleh alat indra. Setelah menjadi persepsi, mulailah pada proses pengenalan. Dalam proses pengenalan inilah persepsi yang dibangun, mulai diteliti dan diidentifikasi lebih dalam. Pengenalan ini merupakan tindak lanjut untuk mendapatkan suatu kepastian dari persepsi yang dibangun. Pengenalan yang dilakukan dapat dengan penalaran dan perasaan. Penalaran merupakan pemikiran dari suatu persepsi secara rasional, penalaran ini menggunakan akal pikiran dan dasar-dasar yang rasional. Sedangkan perasaan menyebabkan suatu kedekatan dan pengertian tentang persepsi. Dengan perasaan inilah suatu persepsi atau obyek dapat dikenali dan ditelaah lebih mendalam. Setelah mengenali dan memahami rangsang yang mendasari persepsi, maka akan didapatkan suatu tanggapan dan konfirmasi dari apa yang telah menjadi persepsi selama ini. Sedangkan prasangka merupakan prapendapat, anggapan dasar, purbasangka, pendapat pendahuluan. Prasangka biasanya dilakukan oleh seseorang ketika dia belum menemukan fakta. Prasangka merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengalaman yang lalu. Prasangka juga diartikan sebagai pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa dan tidak matang. Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu: a. Kognitif (cognitive). Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. b. Afektif (affective) Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. c. Konatif (conative) Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi. Dari definisi di atas ternyata persepsi dan prasangka itu memiliki arti yang berbeda. Di dalam kehidupan sosial masyarakat terkadang mengutarakan pendapatnya sebagai persepsi, namun setelah ditinjau lebih lanjut anggapan dan pendapat tersebut merupakan suatu prasangka yang kurang memiliki nilai kebenaran secara hakiki yang berakibat memanipulasi data dan kebenaran pada kenyataan yang ada, sehingga belum terbukti kebenarannya. Seperti pepatah mengatakan, "Jangan melihat seseorang dari penampakkannya saja." Untuk itu sebagai seorang manusia individu, kita bisa memilih, meneliti dan menimbang kebenaran mana yang di sebut persepsi atau prasangka. Seseorang tidak akan membuat suatu persepsi maupun prasangka tanpa alasan tertentu di balik semuanya. (Dikutip dari beberapa sumber)